{facebook#https://www.facebook.com/tjari.tjari.102} {twitter#https://twitter.com/tjaritjariID} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}



Di dunia ini hanya ada dua wanita yang pernah mengisi hidupku, tentunya selain ibu. Yang pertama kujuluki “pemenang kecil”. Tak memiliki tubuh sintal bak gitar Spanyol atau bibir merekah seperti Angelina Jolie, tetapi pemenang kecil telah menjadi pemenang dengan mengalahkan kebekuan hatiku.
Yang kedua kujuluki “jambu” karena hidungnya yang menggambarkan kekahasan wanita Indonesia. Tubuhnya memang sintal dan sungguh memesona, tetapi “jambu” tak pernah bisa mengalahkan hatiku. Ia seperti buah yang hanya nikmat ketika dalam mulutku.
Setelah bertahun-tahun dari semua itu, hatiku kembali beku. Sampai saat ini, ketika usiaku memasuki angka tiga, tetap tidak ada wanita yang mencairkan dinding es yang kian hari kian menebal di hatiku.
Pernah, sekira tahun lalu aku bersama dengan seorang wanita. Wajahnya tak secantik mentari, tetapi ia sangat mirip dengan “pemenang kecil” dan “jambu” jika mereka disatukan. Sempat pula berharap bahwa mungkin ia yang akan dapat mencairkan hati ini. Tetapi aku salah, ia justru menjauh saat aku menutup-nutupi kebenaran dalam hatiku. Berpura-pura tidak menyukainya dengan sedikit mengulur waktu untuk menyatakan bahwa aku menyukainya. Tetapi, semua rencanaku gagal. Bisa kukatakan gagal total karena iia justru memutuskan kontak.
Kini aku tak berani berharap. Tanganku terbelenggu takdir yang menyatakan bahwa aku harus menempuh jalan sebagai orang miskin saat gelar sarjana yang kuperjuangkan bertahun-tahun tak berguna lagi.
Mungkin ini semua karena kesalahanku yang sembarangan dalam mengucapkan doa kepada Tuhan. Aku pun sangat menyesali kata-kata yang sempat terlontar dari mulutku. Kata yang kupikir membawaku ke jalan yang nampak hina. Sebab aku pernah meminta kepada Tuhan bahwa aku tidak akan menikah dengan siapa pun jika tidak dengan “pemenang kecil”, oleh karena itu, mungkin itu jawaban Tuhan bahwa hingga saat ini aku belum dipertemukan dengan jodohku.
Aku juga pernah meminta kepada Tuhan untuk tidak menjadikanku orang kaya jika nanti pada saat aku kaya raya justru menjauh darinya. Tidak amanah dengan harta yang kumiliki serta zalim terhadap sesama. Lagi-lagi, mungkin ini jawaban Tuhan bahwa aku tak memiliki apa pun. Hidup dari cacing yang akan memakanku ketika aku mati nanti. Berjalan tak tentu arah dan hidup dari belas kasihan orang lain. Harga diriku pun kupendam jauh ke dalam tanah yang hanya bisa kuambil lagi nanti, ketika aku melebur dengan bumi.
Tuhan, aku berharap Engkau mengacuhkan doaku. Doa yang terlontar dari luapan emosi yang selama ini membelenggu dan berhasil mengalahkan aku dengan telak. Menjatuhkanku ke lubang kemiskinan disertai kehampaan hati.
Jika ada cara agar bisa kembali ke masa lalu, aku akan kembali untuk memaki diriku yang akan mengucapkan kata-kata itu. Diri yang putus asa dan merasa lemah ketika belum menjalaninya.
(Ctrl + A – DELETE)
Sebatang rokok kretek dan pemantik kusambar. Tidak lama kemudian asap pun mengepul mengisi ruang. Segelas kopi hitam yang hanya tinggal ampas pun kuteguk. “Pcuhh!”.
“Goblok! Ngapain gue nulis-nulis gitu. Gak ada orang yang prihatin. Justru mereka malah senang kalau melihat orang lain menderita!” Jari-jariku kembali berada di atas keyboard computer, tetapi tak bergerak. Di sampingnya, keretek terus mengeluarkan asap dan apinya sudah memakan separuh keretek itu serta menjadikannya abu.
Otakku terus menerawang dan beberapa kata kuketik lalu segera kuhapus kembali. Kuketik beberapa kata, lagi-lagi kembali kuhapus. Itu terjadi berulang-ulang hingga hanya tulisan delete itu pun yang aku ketika sebanyak mungkin.
DELETE DELETE DELETE DELETE DELETE DELETE DELETE DELETED DELETE DELETE DELETE DELE DLEEDL:ELEKLLJHEHUIGHELKKGHLKJHE:OIUJH:OIJH!!
(Ctrl + A – DELETE)
“Buntu!!!” kataku dengan sedikit memaki.
Kuhisap lagi keretek yang kini hanya tinggal tiga perempat. Berharap tuah asap dapat membuka kebuntuan.
“Berpikir!!! Apa.. apa… apa… siapa… mengapa… bagaimana… di mana… kapan.. aghhh tetap buntu!”
“Lagi pula apa yang mau gue lakuin? Siapa yang mau gue ceritain? Gue sendiri aja belum bener. Mengapa harus nyeritai kejadian yang gak gue alamin. Bagaimana kalo yang diceritain gak suka atau justru sedikit berbohong dan melebai-lebaikan ceritanya. Di mana tempatnya dan kapan kejadadiannya apa bener-bener fakta, karena cuma dirinya dan Tuhan yang tau.”
“Aghhhh… pusing!!!”

(Close – Start - Shut down)

Post a Comment

Powered by Blogger.