{facebook#https://www.facebook.com/tjari.tjari.102} {twitter#https://twitter.com/tjaritjariID} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}


Bukit Cinta
Harapan yang Terkubur


Bukit Cinta, 19 April 2011. Malam yang dingin dengan guyuran hujan setipis jarum. Petir sesekali muncul menerangkan langit, diikuti dentuman keras, seolah langit malam itu sedang murka. Pepohonan merunduk, berlindung dari dingin malam serta guyuran hujan. Orang-orang memilih untuk berlindung di dalam rumahnya yang hangat, menghindari malam yang sunyi. Hanya beberapa orang yang terlihat melintas, lalu menghilang dimakan gelap.
Tak seperti biasanya, malam itu jalan teramat sunyi. Jangkrik yang biasa bernyanyi, malam itu menghilang tanpa jejak. Mereka enggan menyuarakan nyanyiannya, seolah mereka tahu kalau tidak ada seorang pun yang akan mendengar nyanyian mereka. Kunang-kunang yang setiap malam selalu menari pun tak seekor pun yang muncul menghiasi malam. Hanya pepohonan yang bergoyang keras tak karuan, mengikuti tiupan angin yang cukup kencang. Bahkan, suara gesekan daunnya sangat memilukan, seolah mereka berkata kalau mereka menginginkan hal ini berakhir dengan cepat.
Di antara sunyinya malam, sebuah sepeda motor melaju secepat kilat, kemudian menghilang di antara gelap. Sedetik kemudian terdengar suara keras yang memecah hening bersamaan dengan kilat yang menyambar sebuah pohon besar di puncak Bukit Cinta. Suara itu ternyata berasal dari sepeda motor yang menghantam marka jalan. Tidak seorang pun yang tahu dan mau tahu. Mereka lebih memilih berlindung dari langit yang murka.
            Motor tergeletak rusak parah. Teronggok di pojok jalan. Di sebelahnya, seorang laki-laki terbaring seraya meringis kesakitan memegangi bahu dan kakinya yang patah. Darah yang merah mengalir bersama air hujan yang menuruni jalan. Perlahan bercampur dengan tanah dan menghilang. Namun, hanya bayangan dan bau amis darah yang terlihat dan tercium. Petir terus saja menyambar membelah angkasa. Di antara kilatan petir terlihatlah raut wajah sosok laki-laki yang menabarak. Wajahnya pucat di antara kerut-kerut dan rambut-rambut yang tumbuh tak terurus di wajahnya.
            “Kau adalah hujan, lambang sebuah tangis. Aku benci kepadamu melebihi kebencianku kepada diriku. Enyahlah kau dari kehidupanku. Biarkanlah kering menyelimuti duniaku!” Pekik lelaki itu dengan keras kepada sang hujan. Kemarahan tampak pada wajah lelaki itu. Matanya melotot dan seluruh tubuhnya bergetar hebat.
Seolah memberi jawaban, hujan pun turun semakin lebat. Kilat semakin menyambar hebat. Angin semakin kuat berhembus, bahkan hembusannya mampu mematahkan sebuah dahan pohon. Dahan yang patah itu, jatuh menimpa lelaki yang masih terbaring di tanah. Lelaki itu tak juga takut. Malah ia semakin murka dengan keadaan yang dialaminya saat itu. Dengan susah payah lelaki itu berdiri menantang alam.
“Angin malam, aku juga benci kepadamu. Aku muak dengan keadaan yang kau berikan. Dinginmu menyebabkan hatinya membeku. Enyahlah kau dari hidupku!” Teriaknya kembali pada sang hujan.
Petir menyambar sebuah pohon yang cukup besar dan menumbangkannya tepat ke arah lelaki itu. Lelaki itu tertimpa tepat pada tubuhnya. Kali ini lelaki itu terdiam menahan rasa sakit yang amat sangat. Untuk sesaat ia pingsan. Dalam pingsannya, ia melihat kembali cuplikan-cuplikan hidupnya yang menyedihkan. Cuplikan hidup yang membuat ia benar-benar hilang kendali.
Di sebuah ruang, tampak meja tersusun sangat rapi dengan kesan warna merah menyala. Lilin berbetuk hati berada di atas meja bersama dengan sebuah vas yang berisi penuh berbagai macam bunga-bunga yang indah. Suasana ruang itu sangat temaran dengan cahaya lilin yang memancar ke seluruh ruang. Alunan musik syahdu menambahkan kesan romantis. Sebuah kue ulang tahun degan lilin yang menyala di atasnya. Lilin itu hampir habis, karena sudah terlalu lama menyala.
Tepat di depan meja, duduk seorang laki-laki yang resah menunggu. Tangannya terus memainkan sebuah cincin. Asbak telah penuh dengan puntung rokok. Wajahnya tampak murung. Tiba-tiba seorang wanita datang menghampirinya. Lelaki itu pun tampak senang akan kedatangan wanita itu. Dengan senyuman ia berkata, “Akhirnya kamu dating juga ke acara ulang tahun aku saya! Aku kira kamu nggak dating. Aku sudah…”
“Cukup! Nggak perlu panjang lebar. Gue datang ke sini cuma mau bilang kalau hubungan kita cukup sampai di sini. Jangan pernah lagi hubungin gue dan jangan sekali-sekali ganggu hidup gue.” Kata wanita memulai percakapan.
“Apa maksudnya nih? Kok tiba-tiba ngomongnya kasar? Ini hari ulang tahun aku sayang” Jawab lelaki itu dengan heran.
Wanita itu tertawa kecil. Tawanya sangatlah sinis dengan sedikit mengerutkan dahi ia berkata, “hubungan kita cukup sampai di sini.”
“Loh, kenapa bisa tiba-tiba seperti ini? Apa aku punya salah sama kamu?” Laki-laki itu semakin heran.
“Salah lo adalah miskin dan gue nggak mau pacaran sama orang miskin. Gue juga sebenernya udah punya pacar yang jauh lebih ganteng dan kaya daripada lo.”
“Jadi semuanya cuma pura-pura? Kamu selama ini cuma…”
“Ya, gue deket sama lo cuma karena uang lo. Heh, denger ya! Gue tuh nggak pernah suka sama laki-laki jelek dan miskin kayak lo. Mending lo mati aja!”
Kemarahan mulai merasuki lelaki itu. Urat-urat syarafnya mulai menegang. Tangannya mengepal kuat. Ia pun menghempaskan sebuah gelas yang tergeletak di atas meja. Menanggapi hal itu, si wanita terus saja memakinya, sehingga kemarahan lelaki itu pun semakin memuncak. Ia mulai kehilangan kendali atas dirinya. Lelaki itu pun menarik si wanita dan memegang lehernya dengan cukup kuat. Wanita itu pun mulai kehilangan napasnya karena tercekik. Tetapi, di saat kritis lelaki itu kembali dalam kesadarannya. Ia melepaskan wanita itu dan terjatuh lemas di lantai. Wanita itu pun segera pergi meninggalkan si lelaki yang terduduk lemas. Tangannya masih menggenggam sebuah cincin yang ingin diberikan pada wanita itu. Namun kali ini genggamannya sangat lemah dan akhirnya cincin itu terlepas.
Lelaki itu pun terbangun dari pingsannya.
“Aa.. aku pantas mendapatkan ini. Aku sangat pantas mendapatkan ini!”, katanya dalam rintihan.
Sesat suasana menjadi hening. Tak terdengar lagi rintihan laki-laki yang menyedihkan itu. Keheningan kembali pecah ketika secara tiba-tiba laki-laki itu tertawa, namun menyayat.
 “HAHAHA.. aku.. aku memang pantas mendapatkan ini. Tuhan, bunuhlah aku.. ambil nyawaku sekarang juga. Aku tidak takut akan kematian, karena kematian adalah temanku. HAHAHA”.
Tak beberapa lama kemudian tawa laki-laki itu menghilang, berganti dengan tangis.
“Tuhan, jangan kau timpakan lagi kemalangan-Mu kepadaku. Ambillah nyawaku sekarang juga. Biarkanlah aku menyusul orangtuaku. Kalau kau tidak juga mengambil nyawaku, biarkanlah aku yang menghampirimu”.
Setelah menangis, laki-laki itu melepaskan dirinya dari batang pohon yang menimpa, lalu berjalan tertatih menuju puncak Bukit Cinta. Langkahnya sangat berat karena menahan sakit. Sesekali ia terjatuh dan dengan susah payah ia berdiri, lalu kembali berjalan. Sejenak ia berhenti untuk menarik napas panjang. Matanya yang sayu menatap langit yang hitam. Tatapannya kosong. Sebenarnya ia hanya menatap dirinya yang menyedihkan.
Tak lama kemudian, maka sampailah ia di puncaknya. Di atas bukit, lelaki itu tertunduk lesu sambil memejamkan mata. Mulutnya berkomat-kamit, namun tidak mengeluarkan suara. Hanya air mata yang jatuh bersama rintik hujan yang turun. Ia mengeluarkan sebuah cincin dan beberapa puncuk kertas dari sakunya, lalu menggenggamnya erat dengan tangan yang telah bergetar hebat.
Dalam keadaan itu ia menghubungi seseorang. Melalui telepon genggamnya ia berkata, “Aku yang biasa hitam akan tetap menjadi hitam. Aku yang biasa kau hilangkan, akan menghilang. Langitku yang hitam akan kutantang. Hitamnya langitku birunya langitmu. Biarlah kepergianku menjadi kesenanganmu. Di atas Bukit Cinta ini kuikrarkan, matilah aku untuk senyummu.” Kata laki-laki seraya meletakkan genggaman tangannya di atas dada.
Setelah mengucapkan kata terakhirnya, si laki-laki pun terjun dari Bukit Cinta dan menghilang dalam hening bersama dengan hujan yang tiba-tiba berhenti.

Post a Comment

Powered by Blogger.