{facebook#https://www.facebook.com/tjari.tjari.102} {twitter#https://twitter.com/tjaritjariID} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}

Salah satu alat pendetksi bom (Foto: IST)

AKARARASKAR -  Setelah teroris menyerang Paris November lalu, tak lama kemudian Brussels, rumah dari banyak penyerang, posting tentara bersenjata berat di tempat umum. Minggu ini, teroris dengan tenang berjalan melewati petugas patroli yang kemudian meledakkan koper bermuatan bom di bandara kota dan kereta bawah tanah. Puluhan orang tewas dan ratusan luka-luka.

Kemanan bandara terfokus untuk mencegah bahan peldak masuk ke dalam pesawat. Mesin CT scanner dan difraksi sinar-X mengintip ke bagasi ketika bergerak melalui perut bandara. Calon penumpang berbaris melewati metal detektor dan diperiksa secara ketat agar tidak ada bahan peledak yang lewat. Akan tetapi, penyerang Brussels menargetkan area chek-in yang tengah sibuk, di mana tidak diberlakukannya pemeriksaan keamanan.

Bagaimana cara mencegah kejadian tersebut dapat terulang? Apakah dengan menggeser pintu chek-poin ke pintu depan menjadi solusinya, seperti penempatan detektor logam yang diletakan di depan pintu masuk bandara di banyak negara Asia? Akan tetapi, seperti yang dikutip Newsientist, hal tersebut hanya sebuah upaya penundaan dan menciptakan jalur baru dari orang yang bisa ditargetkan.

Solusi lainnya, kata peneliti keamanan, adalah mendeteksi gerak orang-orang dan memindai mereka dari jarak jauh ketika mereka melewati sebuah bangunan. Terkait hal tersebu, para peneliti tengah mencoba menciptakan sebuah versi yang lebih canggih dari beberapa teknologi yang sudah ada, bahkan bisa sama sekali baru.

Pada pertengahan 2000-an, 30 bandara AS menggunakan "puffers" dengan teknik yang disebut mobilitas ion spektrometri (IMS), di mana melalui udara penumpang yang melewati pos pemeriksaan standar, dideteksi apakah membawa bahan peledak atau tidak. Tapi versi puffer bust: terlalu sering rusak, sehingga mereka ditinggalkan pada 2010.

Mungkin, setiap orang yang melalui bandara dapat berharap akan adanya pemeriksaan bahan peledak dengan tangan dalam beberapa minggu ke depan, kata Daniel van der Weide dari Universitas Wisconsin.

"Akan tetapi, (dengan penanganan tersebut) tidak mungkin mendeteksi setiap bahan pembuat bom. Teroris tidak yang bodoh," katanya

Jadi bagaimana lagi kita bisa menghentikan bahan peledak berjalan menuju ke kerumunan orang?

"Teknologi pencitra yang baik atau sniffer," kata Brian Jenkins, seorang ahli keamanan senior di Rand Corporation, sebuah konsultan riset AS.

Sayangnya, pencitra bisa diakali. Bahan peledak dapat dibentuk agar terlihat seperti obyek biasa. Misalnya, kamera yang dirancang untuk memindai daerah dingin di tubuh seseorang yang disebabkan oleh rompi bunuh diri, dapat digagalkan hanya dengan menempatkan bom dalam tas.

Akan tetapi, Sniffer lebih sulit untuk ditipu, kata Jenkins. Ia pun mengatakan bahwa anjing adalah yang terbaik, tetapi mereka sulit untuk digunakan dalam skala besar. Akan dibutuhkan ribuan anjing dan pelatihnya hanya untuk berpatroli di bandara, apalagi ditambah dengan kereta api dan bus.

Cameron Ritchie, kepala teknologi di perusahaan keamanan yang berbasis di AS Morpho, mengatakan bahwa puffers dan IMS masih menjadi ide yang baik. Ritchie dan Morpho bekerja pada "Tunnel of Truth" yang akan memungkinkan penumpang untuk berjalan sambil dipindai dengan sensor array. Sebuah ruang tertutup, seperti terowongan untuk meningkatkan pengumpulan sampel IMS. Sementara itu, pejaga di pintu masuk dapat mengawasi dan mendeteksi gerakan mata orang-orang yang tampak gelisah.

Ada cara lain untuk mendeteksi bahan peledak jarak jauh. Daripada menganalisa molekul yang bisa ditangkap - seperti gagalnya puffers- Lincoln Laboratory di Massachusetts Institute of Technology telah beralih ke laser untuk "mengendus" bahan peledak dari kejauhan.

"Pemburu Bom"

Tim di balik pekerjaan laser pemindai bom tersebut mengatakan dapat memindai ruang yang berisi bahan peledak dari jarak 100 meter. Dengan "menyapu" mereka dengan laser yang disetel ke frekuensi penguapan molekul yang ditemukan dalam bom. Bahan akan membuat suara kecil karena vaporises, yang diperkuat dan terdeteksi.

Peneliti tersebut mengatakan bisa "mendengar" bahan peledak seperti bergeraknya handle pintu mobil, dengan kepadatan serendah 200 nanogram per sentimeter persegi. Peneliti juga menyatakan bahwa mereka telah berhasil menguji sistem tersebut pada bahan peledak buatan sendiri, seperti TATP digunakan dalam serangan Brussels.

Laser yang digunakan merupakan bahan utama dari perangkat berbentuk pistol yang disebut G-Scan, yang dikembangkan oleh Laser Detect Systems of Ramat Gan di Israel. Ketika laser hijau menyentuh target, kemudian dengan menggunakan Raman spektroskopi akan teridetifikasi molekul molekul yang kembali tersebar. Wakil Presiden Perusahaan, Adi Cooper, mengatakan alat itu dapat mengidentifikasi apa yang tak terlihat, termasuk isi botol.

Terahertz, atau  panjang gelombang milimeter, juga bisa melihat bahan peledak dari kejauhan, yang dapat merefleksikan karakteristik struktur kristal dari bahan peledak yang digunakan dalam bom. Van der Weide telah mendirikan sebuah perusahaan yang membuat chip khusus yang memperkuat sinyal Terahertz sepuluh kali lipat, membuat deteksi lebih mudah. Sistem ini diuji untuk pertama kalinya minggu lalu.

Aalat itu, lanjutnya, memungkinkan untuk dapat mendeteksi hingga dengan jarak 20 sampai 30 meter. "Kombinasi dari ancaman dan teknologi yang lebih maju pada akhirnya akan menghasilkan jaringan monitor keamanan yang lebih sensitif terhadap bahan peledak, serta memungkinkan pelacakan yang lebih canggih terhadap bahan pembuat bom."

Alat pendeteksi bahan peledak dari kejauhan tersebut juga dapat mencari bahan pembuatnya, bukan hanya senjatanya. Menurutnya lagi, dengan memindai tanda bahan kimia pada tubuh dan pakaian orang ketika mereka berjalan di sekitar alat tersebut, pihak keamanan mungkin dapat menangkap si pembuat bom sebelum bom tersebut dapat dibuat.

"Setelah bomber memiliki bom lengkap, mereka sangat sulit untuk dihentikan," kata Cooper. Dia berpikir, sesuatu seperti G-Scan bisa digunakan selama penggerebekan tersangka teroris di Belgia pada pekan lalu, untuk mengingatkan polisi terhadap setiap jejak bahan peledak yang kemungkinan dibawa ke flat oleh orang-orang mempersiapkan bom di tempat lain di kota.

Ini juga akan memungkinkan pemeriksaan rutin untuk mengungkapkan kargo rahasia prekursor pembuatan bom, seperti pemutih rambut yang dibutuhkan untuk membuat TATP. Secara teori, hanya dengan memindai gagang pintu tersangka dengan perangkat yang cukup sensitif dapat mengungkapkan sebuah tempat pembuat bom.

Satu masalahnya, kata Jenkins, bahwa perangkat yang terlalu sensitif akan menciptakan terlalu banyak alarm palsu. Ada juga pertanyaan tentang bagaimana pihak berwenang menanggapi sinyal positif dari deteksi dengan cepat dan cukup efektif untuk menetralisir ancaman. "Anda tidak bisa hanya berteriak, 'Hei Anda membawa bom'," kata Jenkins.

Post a Comment

Powered by Blogger.