Andi M Ramli (Foto: PKB) |
PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) kembali mengumpulkan ulama rakyat di Jakarta. Kali ini para ulama rakyat tidak hanya diminta untuk mendoakan keselamatan bangsa, akan tetapi para ulama rakyat diminta untuk duduk bersama memotret, membahas, mengkaji, dan memberikan solusi terhadap beberapa persoalan bangsa yang akan dituangkan ke dalam konstitusi.
"Ada 300 kiai dan ulama rakyat akan kami kumpulkan kembali di Jakarta dalam kegiatan Halaqoh Ulama Rakyat bertajuk Tabayyun Konstitusi. Mereka akan duduk bersama PKB memotret, membahas, mengkaji secara mendalam mengenai konstitusi kita," kata anggota Panitia Pengarah Halaqoh Ulama Rakyat: Tabayyun Konstitusi, Andi M. Ramli di Jakarta, Sabtu(26/11/2016).
Menurut Andi, dalam Halaqoh Ulama Rakyat tersebut para ulama akan dimintai pandangannya terkait relevansi GBHN dalam sistem ketatanegaraan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), RUU Larangan Minuman Beralkohol (LMB), RUU Narkotika dan Psikotropika dalam Perspektif Al Mafsadah al Ammah, RUU Perubahan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dalam Perspektif Ancaman NKRI dan RUU Pendidikan Madrasah dan Pondok Pesantren.
"Saya kira enam persoalan tersebut merupakan persoalan inti yang tengah dihadapi bangsa Indonesia. Kita minta para para ulama rakyat memberikan pencerahan kepada kita tentang persoalan-persoalan tersebut dari perspektif mereka sendiri," katanya.
Andi memprediksi pembahasan akan menarik dan penuh perdebatan pada saat para ulama melakukan pembahasan RUU LMB, RUU Narkotika dan Psikotropika serta RUU Perubahan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sebab, ketiga RUU tersebut tengah menjadi persoalan pelik bangsa ini.
"Tentu dengan ilmu dan pendekatan pengetahuan yang mereka miliki, kita yakin dalam setiap perdebatan ulama akan melahirkan solusi terbaik untuk bangsa Indonesia," katanya.
Apalagi, kata Andi, bicara soal terorisme. Ulama rakyat tentu sangat merasakan dampak dari aksi terorisme itu sendiri.
Andi melihat masih banyak kelemahan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sudah selayaknya UU tersebut direvisi. Dia mencontohkan beberapa persoalan yang harusnya tercatat dalam UU Terorisme. Pertama, terkait kompensasi. Kedua, restitusi. Ketiga, rehabilitasi.
"Sebab UU yang ada belum menjelaskan secara rinci prosedur pemberian kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi terhadap korban. Restitusi dari pelaku dapat membantu mengganti kerugian yang dialami oleh korban terorisme," katanya.
Andi menambahkan bahwa dalam UU Terorisme yang lama sejujurnya telah mengatur soal pemberian kompensasi, hanya saja kompensasi dan restitusi baru dapat diberikan setelah adanya putusan pengadilan.
"Itu sangat menghambat dalam hal pemberian kompensasi dan restitusi kepada korban terorisme itu sendiri," katanya.
Andi mengatakan, Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme salah satu tujuannya adalah memudahkan aparat penegak hukum melakukan upaya preventif pencegahan terorisme di Indonesia.
Post a Comment