oleh
Nazarudin
Berbicara masalah kata serapan dari bahasa Betawi ke dalam bahasa Indonesia memang agak sulit. Hal ini disebabkan identitas bahasa Betawi itu sendiri yang pada eksistensinya sudah tercampur dengan banyak bahasa, baik bahasa Jawa, Sunda, bahkan bahasa Asing lain, seperti Belanda dan Portugis. Salah satu contohnya adalah kata tanjidor dalam bahasa Betawi yang diambil dari bahasa Portugis, sekarang kata ini juga dipakai dalam bahasa Indonesia.
Tidak hanya bahasanya saja yang tercampur, menurut sejarah, suku Betawi sendiri pun merupakan hasil percampuran dari beberapa suku bangsa yang ada di Indonesia. Komposisi penduduk Jakarta sejak abad ke-17 terdiri dari kelompok etnis yang beragam akibat migrasi dari dalam maupun luar Indonesia (Castles,1967). Castles juga menambahkan bahwa keberagaman suku dan ras di Betawi semakin bertambah sejak Gubernur Batavia pada waktu itu memperbolehkan orang-orang Cina, Banda, Melayu, Bugis, Bali, dan beberapa suku lainnya untuk tinggal di dalam kota. Di antara beberapa suku tersebut penduduk Batavia yang paling besar pada saat itu adalah para budak yang diangkut dari berbagai tempat (Muhadjir, 1984).
Saat ini, fenomena yang terjadi di Jakarta kurang lebih mirip dengan zaman dulu. Masyarakat asli Betawi mulai terpingirkan. Lebih-lebih lagi ketika pembangunan di Jakarta semakin marak. Bahasa Betawi yang mereka pakai selama ini mulai bercampur dengan bahasa daerah lainnya, di antaranya bahasa Sunda dan bahasa Jawa. Salah satu contohnya adalah subdialek bahasa Betawi pinggiran yang dipakai di pinggiran kota Jakarta, seperti daerah Cawang, Condet, dan Pasar Minggu. Bahasa Betawi yang dipakai di sana disebut bahasa Betawi Ora. Menurut Muhadjir (1984) sebutan itu menggambarkan bahwa dalam subdiaek itu terdapat banyak kosakata yang diserap dari bahasa Jawa. Salah satu contoh bentuk yang diserap dari bahasa Jawa dapat dilihat dari kalimat di bawah ini.
Sambil menurunkan bocahnya dari bale-bale bininya Bang Duloh berkata lagi: “Tapi lu pada ora percaya ‘ngkali: nih si Enok ora apah-apah, eh bapanyah kaget pisan waktu nempo orang-orangan dari batu, nyang ‘njogrog di deket pintu, ampe dia nyebut bari nepok-nepok dada: bangun-bangun makan nasi ama jengkol! (Muntaco, 2006)
Kutipan di atas adalah salah satu contoh penggunaan bahasa Betawi pada era tahun 60 – 70-an. Contoh tersebut juga merupakan contoh bahasa Betawi Ora dan sekaligus menunjukkan bahwa sebenarnya bahasa Betawi Ora itu mendapat banyak pengaruh tidak hanya dari bahasa Jawa, tetapi juga dari bahasa Sunda. Contohnya dapat kita lihat pada bentuk pisan ‘sangat’ dan ‘njogrog ‘ada’. Sementara itu, bentuk yang merupakan pengaruh dari bahasa Jawa adalah bocah ‘anak kecil’ ora ‘tidak’.
Bahasa Betawi Ora banyak mendapat pengaruh dari bahasa Sunda karena berdasarkan letak geografis pemakaiannya, wilayah pemakaian bahasa Betawi ora memang lebih dekat dengan wilayah Jawa Barat, misalnya daerah Bogor yang masysrakat merupakan penutur bahasa Sunda. Bahkan saat ini, penutur bahasa Betawi Ora sudah mulai bergeser hingga wilayah Depok dan Bojong, Jawa Barat. Hal itu disebabkan keberadaan mereka di Jakarta semakin terpinggirkan karena banyaknya pembangunan yang dilakukan di Jakarta.
Hal yang ingin ditekankan di sini adalah sulitnya meneliti kosakata serapan dari bahasa Betawi ke dalam bahasa Indonesia. Hal tersebut menjadi sulit karena dalam bahasa Betawi sendiri banyak sekali kosakata yang diserap dari bahasa lain. Misalnya contoh yang tadi saya jabarkan yang enyerap beberapa bentuk kosakata dari bahasa Jawa dan Sunda. Jadi, dengan kata lain, kita patut mencurigai kosakata bahasa Betawi yang diserap ke dalam bahasa Indonesia itu benar-benar kosakata bahasa Betawi atau kosakata lain yang sudah terlebih dulu diserap ke dalam bahasa Betawi. Proses tersebut kurang lebih dapat digambarkan sebagai berikut.
bahasa lain bahasa Betawi bahasa Indonesia
gepok (Jawa) gepok gepok
gebleg (Jawa) gebleg geblek
getol (Sunda) getol getol
indehoi (Bld) indehoi indehoi
Akan tetapi, tidak semua proses penyerapan kosakata bahasa Betawi ke dalam bahasa Indonesia terjadi seperti proses di atas. Selain itu, ada juga kosakata yang diserap langsung dari bahasa Betawi, contohnya antara lain juntrungan, ngebet, kope’, dan bekutet. Proses penyerapan yang kedua ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Bahasa Betawi bahasa Indonesia
Kope’ kopek
Caplok caplok
Di dalam penelitian yang kami lakukan ini kosakata bahasa Betawi yang diserap ke dalam bahasa Indonesia diberi penanda jika kosakata tersebut dicurigai juga merupakan serapan dari bahasa daerah lain atau dari bahasa asing. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terdapat beberapa kelompok kosakata bahasa Betawi yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu kosakata yang sudah terlebih dulu diserap dari bahasa lain ke dalam bahasa Betawi dan kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia melalui bahasa Betawi. Kelompok yang kedua adalah kosakata bahasa Betawi asli yang diserap langsung ke dalam bahasa Indonesia. Dua proses inilah yang akan dibahas dalam
Kosakata Serapan Bahasa Betawi dalam Bahasa Indonesia
Seperti yang tadi sudah disebutkan di awal tulisan bahwa proses penyerapan bahasa Betawi ke dalam bahasa Indonesia terjadi dalam beberapa cara. Cara yang pertama adalah menyerap dari bahasa lain (baik bahasa daerah ataupun bahasa asing) dan kemudian dari kosakata tersebut diserap kembali bahasa Indonesia. Jadi, dengan kata lain, kata tersebut masuk ke dalam bahasa Indonesia melalui bahasa Betawi. Berikut ini akan ditampilkan beberapa data yang telah diteliti.
A
Lema Makna sekarang Makna asal
Ablag Sd
Ngablag Terbuka lebar Terbuka (pintu)
Acak Sd
Ngacak Tidak teratur / bekerja tidak teratur/ mengganggu; mengacau
Ngacak-ngacak Mengacau, mengganggu Mengganggu atau mengacau di sana sini
Acak-acakan Tidak teratur Keadaan tidak teratur
Adat Sd
Ngadat = macet, tidak berfungsi dengan baik
merajuk merajuk dan menangis
ki.mogok, tidak mau jalan (tt. Kendaraan)
Ambek Sd
Ngambek Merajuk merajuk dan menangis (tt.anak kecil)
agak marah
Pengambekan Orang yang suka merajuk Orang yang suka merajuk (menangis)
Diambekin Didiamkan dan tidak ditegur karena marah Dibiarkan; tidak ditegur (karena jengkel, marah)
Amèn Sd
Ngamèn Menyanyi berkeliling utuk mencari uang Berkeliling mengadakan pertunjukan untuk mencari uang
Amprok Sd
Diamprokin Dijodohkan dipertemukan
dipertunangkan; dijodohkan
B
Bareng Sd Jw
Bareng-bareng Bersama-sama Bersama-sama
Berbarengan Bersamaan waktu
Ngebarengin Membuat jadi bersamaan waktunya Membuat menjadi bersamaan waktunya
Bèsèr Jw Sering buang air kecil seringkali buang air kecil
buang air kecil
air kencing
Besèt Jw Tergores (kulit) Terkelupas kulitnya
Betot Sd Jw
Ngebetot Menarik paksa Menarik (mencabut) dengan paksa
Kebetot Dapat dibetot dapat dibetot
ki. terbujuk
Bèwok Sd Cambang Cambang bauk
Bèwokan Bercambang Ada cambang bauknya, cambangnya tebal dan lebat
Bodong Jw Pusar jambu Besar pusatnya
Bokong Jw Pantat punggung
Bokor Jw Mangkuk sb.pinggang yang ceper atau cekung, biasanya dari logam dan tepinya lebar
piala
Bongsang Sd Keranjang kecil dari serat bambu Sb.keranjang kecil (terbuat dari serat bambu) untuk membawa buah-buahan, dsb.
Bontot Jw Bungsu Bungsu; yang terakhir
Bopong Jw Membawa dengan dua tangan di depan dada Membawa (anak kecil,dsb) dengan kedua belah tangan ditaruh di depan dada
Budeg Jw Tuli Tuli; pekak; tidak dapat mendengar
Budug Sd Jw Sb.penyakit kulit (yang menyebabkan kulit berbintil-bintil pecah)
Budugan Korengan; kudisan Ada budugnya; menderita penyakit budug
C
Cadel Sd Jw Pèlat Pelat; tèlor, tak dapat mengucapkan bunyi “r”
Cadok Jw Rabun Rabun; kabur (tidak dapat melihat jauh)
Cantèl Sd Jw
Nyantèl Menyangkut Menyangkut; melekat
Cantèlan Sangkutan Sangkutan; tempat atau alat untuk menyangkutkan
Cantengan Jw Luka bernanah dan sedikit bengkak pada ujung jari kaki atau tangan Kelurut; luka bernanah pada ujung jari kaki atau tangan
Ciprat Jw
Nyiprat Memercik air Memercik; menyemprot
Kecipratan Kena percik
mendapat bagian keuntungan dari orang lain yang beruntung kena percikan (air, dsb)
mendapat bagian (uang,dsb.)
Cuil Jw Menyentuh dengan ujung jari Menyentuh dengan ujung jari
Secuil Sedikit sekali Sedikit sekali; tidak banyak
D
Dèdèl Jw
Ngedèdèl Membuka jahitan dengan silet Meretas; membuka jahitan dengan pisau
Doyan Jw Suka sekali; senang sekali; gemar Suka sekali; gemar sekali
Doyong Jw Sd Miring sampai hampir roboh Miring; hampir roboh (tt.rumah, gubuk)
Dumel Jw
Ngedumel Menggerutu (di belakang seseorang) Menggerutu; marah-marah di belakang
Enyot Sd
Kenyot Hisap; sedot Mengisap
Berdasarkan pemaparan data-data di atas, dapat dilihat bahwa bahasa Betawi menyerap kosakata bahasa daerah, di antaranya adalah bahasa Jawa dan Sunda. Akan tetapi, masih ada beberapa pertanyaan yang belum bisa terjawab. Salah satunya adalah bagaimana kita menentukan sebuah kata yang tercatat di dua bahasa sekaligus, misalnya kata cantel yang tercatat dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa sekaligus. Makna kata cantel dalam bahasa Betawi adalah
Cantèl
nyantèl menyangkut; melekat
nyantèlin menyangkutkan; melekatkan
cantèlan sangkutan; tempat atau alat menyangkutkan (Chaer, 1976)
Makna kata cantèl dalam bahasa Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) adalah menyangkutkan. Di dalam KBBI sendiri makna kata cantèl diberi label Jw yang berarti kosakata tersebut berasal dari bahasa Jawa. Akan tetapi, di dalam bahasa Sunda juga terdapat bentuk yang sama yang artinya ‘a hook (to hang/hook st. on); b. turn in hookshaped form, curled …’ (Hardjadibrata, 2003). Dalam kasus tersebut agak sulit untuk menentukan kosakata tersebut diserap dari bahasa yang mana.
Adanya bentuk-bentuk yang tumpang tindih tersebut sangtlah mungkin mengingat pesebaran orang-orang Betawi sendiri sudah mulai meluas hingga ke daerah Bojong di Bogor, Jawa Barat. Lingkungan tempat mereka tinggal adalah lingkungan tempat tinggal penutur bahasa Sunda. Sementara itu, bahasa Sunda dan bahasa Jawa juga saling mempengaruhi. Hal itu sudah dimulai sejak awal perang Bubat ketika Padjadjaran mengantarkan Putrinya ke kerajaan Majapahit dan Majapahit mulai meletakkan kekuasaannya di Padjadjaran. Oleh karena itu, terbukalah hubungan antardua suku yang memungkinkan terjadinya percampuran bahasa. Jadi, dapat disimpulkan bahwa proses penyerapan yang terjadi cukup rumit karena bahasa sumbernya belum cukup jelas.
Proses Penyerapan bahasa Betawi yang kedua cukup mudah untuk ditelusuri karena proses yang terjadi bersifat langsung. Jadi, kosakata yang dianggap asli (dianggap asli karena tidak ditemukan dalam kamus bahasa daerah lainnya, seperti bahasa Jawa dan Sunda) dalam bahasa Betawi diserap langsung ke dalam bahasa Indonesia. Berikut ini akan dijabarkan beberapa contoh data yang berhasil ditemukan.
Anggur
Dianggurin Dibuat menjadi menganggur; dibiarkan dibuat jadi menganggur
tidak disediakan minuman
Antup Sengat Sengat
Keantup Kena sengat lebah
Diantup Disengat lebah Disengat
Apa
Ngapain Melakukan apa; mengerjakan apa Berbuat apa; melakukan apa; mengerjakan apa
Apa’an Ada apa Apa; ada apa
Apa-apa’an Apa yang terjadi; mengapa Ada apa; apa yang terjadi; mengapa; apa sebabnya
Apé Nama kue Nama kue
Aron
Bekoar berkata-kata dengan suara keras
bicara sombong berkata-kata dengan suara keras
berkata dengan angkuh; menantang berkelahi, dsb
menangis dengan suara keras
Bekutet Terpaku pada satu hal saja
Bekutetan berdesak-desak dan berebut (untuk melihat, membeli dsb.)
berusaha dengan susah payah melepaskan diri dari cengkeraman, dsb
Belèpètan Dikotori oleh sesuatu berbintik-bintik dengan; dikotori dengan
masih banyak
Belèpot, belèpotan Penuh dengan lumpur atau kotoran Penuh dengan (kotoran, lumpur)
Belingsatan Tidak dapat diam; tidak tenang, berjalan ke sana ke mari Tidak teratur rapi,berantakan kacau balau, tidak tersusun rapi
Belo Mata besar dan menonjol ke depan Besar dan agak menonjol ke depan (tt. mata)
Bèlo
Ngaco bèlo Asal bicara Berkata tidak karuan (asal bicara)
Bèncong Waria Penari wanita (dalam cokek) yang dapat diajak sebagai pasangan menari
Bengal
Bengep
Bengok Sakit pipi bengkak Beguk; penyakit yang menyebabkan pipi agak membengkak
Bènjol
Berenjolan Tidak rata Tidak rata, berlubang-lubang (tt. Jalan raya, dsb.)
Bènyèk Lembek Lembek, lembut berair; tidak keras
Benyènyèh Bernanah bernanah; keluar nanahnya
kulit terkelupas dan keluar getahnya
Bè’ol Buang air besar buang air besar, berak
ki. Berkata-kata tidak benar; dusta; cerita dusta
Berabé Sukar dan repot Susah (sukar, repot) mengerjakannya atau memakainya; banyak seluk-belukna (urusannya, pekerjaannya, dsb.)
Berèndèng Berdampingan Berdampingan; bersampingan; bersisi-sisian
Bèrèt barèt
Bero Hernia Burut
Turun bero Hernia Burut
Bikang Nama kue
Biku-biku Pita kecil berombak-ombak untuk hiasan baju lipat-lipatan pada tepi (untuk perhiasan pada pakaian)
ki. Takik-takik pada tepi peti (sbg hiasan)
pita kecil berlekuk-lekuk untuk perhiasan tepi baju
Binal Bengal; liar Bengal; tidak menurut (tt.anak); liar (tt.kuda, dan binatang lainnya)
Bokè’ Tidak punya uang Tidak punya uang
Bruntusan Bintil-bintil pada kulit Bintil-bintil pada kulit (gatal rasanya)
Caling Taring Taring (seperti pada kucing, harimau, dsb.)
Calo’ Perantara Orang yang mencarikan penumpang untuk bis, dsb.; orang yang menjadi perantara (dalam jual beli,dsb.)
Cangcut kancut
Cantol Kait; pengait
Kecantol Jatuh cinta Ki.jatuh cinta; dapat jodoh
Caplok Rampas
Nyaplok Merampok memasukkan ke dalam mulut dan menelannya sekaligus
merampas harta (uang, dsb.) milik orang lain dengan semena-mena
Cèbok Mencuci alat kelamin atau dubur sehabis buang air kecil atau besar Membasuh dubur atau kemaluan setelah buang air
Cecer
Dicecer Ditanyai terus menerus
Nyecer Menanyai terus menerus Terus menerus; berulang kali (memukul, dsb.)
Celé
Kecelé Kecewa (karena tidak mendapatkan apa yang diharapkan) Tidak mendapat atau memperoleh apa yang diharapkan (dicari, dsb.)
Celentang Telentang Rebah dengan bagian muka arah ke atas
Centèng Tukang pukul bayaran penjaga rumah (pabrik, gudang) pada waktu malam
tukang pukul bayaran
Centil Genit Sentil; jentik dengan ujung jari
Cèwè Gadis Perempuan, gadis
Cingcong tingkah; tingkah yang kurang baik
cerewet; bawel; banyak mulut
Banyak cingcong Banyak bicara Cerewet; bawel; banyak mulut
Cipok Ciuman yang berbunyi Ciuman
Cowok Laki-laki Laki-laki; anak laki-laki
Cuèk Acuh
Dicuèkin Tidak dipedulikan
Dedengkot Gembong; pentolan Gembong; pentolan; orang yang menjadi tokoh (pemimpin) dalam suatu perkumpulan
Dèking Pelindung Lindungan; perlindungan
Demek Lembap Lembap, tidak kering benar
Demen Suka; senang senang; suka
suka (dalam arti cinta)
Doang Saja, hanya Hanya; melulu
Dol Longgar (sekrup) longgar; tidak erat lagi (tt.sekrup)
ki.tua; sudah berkurang tenaganya
Domplang Roboh ke belakang Roboh ke belakang atau ke depan
Dong (fatis) ajakan kata seru untuk menghaluskan permintaan
sih; kah
Donga’
Nonga’ Menengadah Menengadah, melihat ke atas
Duilah (int) menyatakan kaget, kagum, heran Kata seru untuk menyatakan kaget (kagum, heran)
Èksentrik
Nyèntrik Tidak biasa; lain dari yang umum (tingkah laku, berpakaian) Berlaku (berpakaian, bergaya,dsb) tidak biasa
Èntot, ngèntot Bersetubuh Bersetubuh
Èrèt
Pengèrètan Orang yang suka memikat dengan tujuan mengambil harta orang yang dipikat Orang yang suka mengèrèt (pandai memikat hati orang lain untuk meminta uang, barang, dsb.)
Èrètan Perahu penyeberangan Perahu tambangan untuk menyeberang (di sungai, dsb.)
Gaco’an Pacar pacar; kekasih
timpalan, padanan, teman (nasi)
sahabat; teman karib
Berdasarkan data-data di atas dapat dilihat bahwa beberapa kosakata merupakan hasil bentukan yang biasa dipakai dalam bahasa Indonesia nonformal, bahkan ada juga yang dipakai dalam bahasa gaul, misalnya saja kata cewe dan cowo. Kata tersebut biasanya dipakai dalam bahasa Indonesia ragam nonformal. Bentukan yang lain dapat dilihat pada kata gaco’an. Kata ini sebenarnya dalah kata turunan dari gaco. Menurut KBBI (2001) gaco berarti sesuatu (orang dsb) yang diandalkan dapat menang dalam pertandingan atau permainan. Gacoan sendiri berarti taruhan; pacar. Di dalam bahasa Betawi kata gacoan diperlakukan bukan sebagai kata turunan dari gaco. Menurut Kamus Dialek Jakarta (Chaer, 1976) gaco’an berarti 1. pacar, kekasih 2. timpalan, padanan, teman (nasi) 3. sahabat; teman karib. Jadi, penyerapan bahasa Betawi ke dalam bahasa Indonesia tidak sepenuhnya menyerap makna. Ada beberapa makna dalam bentuk bahasa Betawi yang tidak diserap ke dalam bahasa Indonesia, yaitu makna kedua dan ketiga. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia makna kata gacoan ditambah dengan satu makna baru yang tidak terdapat dalam bahasa Betawi, yaitu taruhan.
Bentukan yang lain dipakai dalam bahasa gaul di kalangan remaja, seperti pada kata cipok yang artinya ciuman yang berbunyi (KBBI, 2001). Jadi, bentukan tersebut diambil dari onomatope atau tiruan bunyi yang muncul ketika mencium. Akan tetapi, melihat bentuknya, kata ini juga bis dikategorikan sebagai salah satu bentuk bahasa prokem. Kata cipok muncul sekitar tahun 80-an, jadi wajar saja jika kata ini tidak dapat ditemukan dalam Kamus Dialek Jakarta (1976). Kata ini dimasukkan juga ke dalam bentuk bahasa Betawi karena bahasa Betawi juga disebut sebagai bahasa Dialek Jakarta.
Kesimpulan
Pada dasarnya keberagaman yang terdapat di Jakarta telah menghasilkan perkembangan bahasa yang cukup pesat. Bahasa Betawi yang dulu dipakai oleh masyarakat Betawi di Jakarta mau tidak mau mengalami perubahan akibat pertemuan beberapa suku . Hal itu terjadi karena perkembangan kota Jakarta yang seakin pesat sehingga membuat penduduk asli Jakarta sendiri harus bergeser ke daerah lain yang penduduknya sudah tiak lagi menggunakan bahasa yang sama dengan mereka.
Meskipun demikian, bahasa Betawi adalah salah satu bahasa yang cukup banyak memberikan sumbangan alam perkembangan bahasa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari cukup banyaknya kosakata bahasa Betawi yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Meskipun proses penyerapan yang terjadi tidak selalu bersifat langsung, namun bahasa Betawi suah menjadi semacam pusat percampuran berbagai bahasa yang dipakai penduduk Jakarta. Jadi, Betawi emang kaga ada matinye, Bang!
Post a Comment