{facebook#https://www.facebook.com/tjari.tjari.102} {twitter#https://twitter.com/tjaritjariID} {google#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}


Neneng Herijanti SPM, Dokter spesialis mata di Kota Palu menyarankan kepada masyarakat yang akan menikmati Gerhana Matahari Total (GMT) untuk menghindari melihatnya secara langsung. Menurutnya hal tersebut sisebabkan peristiwa alam yang langka tersebut memiliki postensi menggangu kesehatan mata jika ditatap secara langsung.

"Sampai saat ini belum ada alat yang aman untuk menfilter cahaya-cahaya berwarna dari matahari seperti infra merah, ultra violet, dan sinar gamma masuk ke mata saat gerhana terjadi," ujarnya saat kepada Antara, di Palu, Senin (22/02/2016).

Penjelasannya adalah saat saat gerhana matahari total terjadi, maka akan terisi dengan kegelapan selama beberapa menit, biasanya sekitar empat sampai lima menit. Saat kondisi gelap seperti itu, maka pupil mata akan mengalami pelebaran dari 1-2 mili ketika siang (dalam keadaan terang) menjadi sekitar 6-8 mili saat gelap.

Ketika proses tersebut hanya terjadi dalam beberapa menit, lalu dalam waktu singkat muncul cahaya yang sangat terang, maka cahaya matahari yang masuk ke mata akan terlalu besar sebab ketika pupil belum dalam keadaan siap atau masih lebar.

"Di sinilah bahayanya kalau cahaya infra merah, ultra violet, dan sinar gamma dari matahari itu masuk terlalu banyak saat pupil mata masih melebar," jelasnya.

Neneng menerangkan bahwa kondisi tersebut berpotensi merusak syaraf mata dan bisa mengakibatkan kebutaan permanen. Kebutaan tersebut bisa saja terjadi seketika itu atau bisa pula berangsur-angsur dalam beberapa waktu.

Oleh sebab itu, dr. Neneng menyarankan agar masyarakat tidak menatapnya secara langsung proses GMT, walaupun telah menggunakan kacamata sebagai pelindung.

Cara terbaiknya adalah dengan melihat GMT tersebut melalui pantulan di air atau melalui celah/lubang kecil sehingga sinar yang masuk di mata bisa diminimalisasi. Bisa pula melaluilcelah-celah pepohonan agar sinar sinar yang masuk ke mata tidak terlalu besar.

Mengenai efektivitas kacamata khusus yang akan dibagikan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif kepada masyarakat, Neneng kembali menegaskan bahwa sampai saat ini belum ada alat yang dinyatakan sangat aman untuk menfilter sinar-sinar berwarna dari matahari yang masuk ke mata saat gerhana terjadi.

Sebelumnya diberitakan bahwa sekira 5.000 wisatawan asing dan domestik diperkirakan akan menyaksikan GMT dari perbukitan di Desa Ngatabaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada 9 Maret 2016 sekira pukul 08.35 WITA, selama sekitar dua menit.

Post a Comment

Powered by Blogger.