Dewi Susanti dari TNP2K memaparkan tentang inovasi untuk meningkatkan kinerja guru pada pertemuan tata kelola guru yang difasilitasi USAID PRIORITAS, di Jakarta, 3 Maret 2016. |
Jakarta – Ketidakmerataan distribusi guru, kehadiran guru, peningkatan kualitas guru, dan proyeksi kebutuhan guru ke depan menjadi perhatian berbagai lembaga baik pemerintah maupun lemb aga donor, dengan membuat studi dan melakukan pendampingan terhadap pelaksanaan tata kelola guru di Indonesia.
Untuk mensinergikan hasil studi dan pendampingan implementasi kebijakan tata kelola guru di tingkat nasional dan daerah, USAID PRIORITAS memfasilitasi diskusi tata kelola guru yang dihadiri oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan (Puslitjakdikbud) Kemendikbud, staf khusus Mendikbud, ACDP (Analytical and Capacity Development Partnership), KIAT Guru (Kinerja dan Akuntabilitasi Guru) dari TNP2K Kantor Wapres, ICW (Indonesia Corruption Watch), Paramadina, Bank Dunia, program INOVASI (DFAT), dan USAID, serta tim tata kelola dan manajemen USAID PRIORITAS (3/3).
"Pertemuan ini untuk mengidentifikasi berbagai hasil studi dan pendampingan yang berkaitan dengan tata kelola guru. Kami di Ditjen GTK merasa sangat terbantu bahwa banyak pihak yang telah melakukan penelitian dan membuat contoh bagaimana mengelola guru di lapangan. Hasil penelitian dan pengalaman pengelolaan guru ini akan kami sinergikan dengan grand design yang telah kami susun,” ungkap Nurzaman, Sekretaris Dirjen GTK Kemdikbud.
David Harding, dari ACDP menyebut ada tiga permasalahan guru di Indonesia. Pertama, ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan pasokan guru. Jumlah guru terlalu banyak dan distribusinya tidak merata. Banyak bermunculan LPTK bermutu rendah yang menghasilkan banyak calon guru yang tidak bermutu. Kedua, Ketidakhadiran guru di sekolah. Ketiga, masalah peningkatan kualitas guru.
”Kami menemukan ada 10 persen guru yang tidak hadir di sekolah. Sementara ada 14 persen guru yang hadir di sekolah tetapi tidak hadir di kelas,” kata David.
Dia juga menyarankan perlu adanya mekanisme kontrol untuk rekruitmen guru, khususnya guru honorer di sekolah karena juga terkait dengan anggaran dari pemerintah.
Febri Hendri, peneliti dari ICW dalam presentasinya menyampaikan agar penataan dan pemerataan guru efektif dilaksanakan, harus ada sangsi bagi daerah yang tidak melaksanakan, dan ada pemberian insentif bagi daerah yang berhasil mengimplementasikan penataan distribusi guru. “Kalau perlu kuota guru PNS diberikan kepada daerah yang penataan guru di daerahnya sudah berhasil dilaksanakan,” tukasnya.
Totok Amin Soefijanto dari Paramadina, memaparkan masih ada sekitar 51% guru yang belum disertifikasi dengan strategi pengembangan profesi yang baik.
“UKG di Indonesia adalah yang paling masif di dunia. Melalui UKG kita sukses memiliki alat untuk mengukur guru. Hanya ukurannya tidak cukup di atas kertas atau di atas komputer. Keterampilan guru mengajar di kelas juga perlu diperhatikan. Yang juga lebih penting adalah menyelenggarakan pelatihan guru yang baik dan berkelanjutan dengan melibatkan LPTK,” kata Totok.
Dewi Susanti dari TNP2K memaparkan program KIAT Guru, sebuah program yang mengkaitkan pencairan tunjangan di kabupaten dengan kinerja guru. Program yang melibatkan masyarakat dalam pemantauan kinerja guru ini dianggap sukses dan diusulkan untuk dipakai dalam pencairan tunjangan profesi secara nasional.
Totok Amin Soefijanto, peneliti dari Paramadina memaparkan hasil penelitian penataan dan pemerataan guru pada pertemuan tata kelola guru yang difasilitasi USAID PRIORITAS, di Jakarta, 3 Maret 2016 |
Mark Heyward, Penasehat Tata Kelola dan Manajemen Pendidikan USAID PRIORITAS, menyampaikan bahwa USAID PRIORITAS sejak tahun 2013 telah memfasilitasi implementasi penataan dan pemerataan guru di 50 kabupaten mitra di 7 provinsi, dan saat ini sedang mengembangkan perencanaan strategis pengembangan keprofesionalan berkelanjutan (PKB).
“Kami sudah berhasil memfasilitasi penggabungan sekolah SDN sebanyak 526 sekolah, pembelajaran kelas gabung sebanyak 105 sekolah, mutasi guru SD dan SMP lebih dari 5000 guru, guru mengajar di lebih dari satu sekolah dengan tetap sesuai dengan sertifikat pendidiknya 1267 guru, serta alih fungsi dari guru mapel di SMP dan SMA menjadi guru kelas di SD sebanyak 675 guru,” katanya.
Beberapa lembaga lainnya secara bergantian menyampaikan rekomendasi untuk penataan penyebaran guru dari hasil studi yang dilakukan. Hasil dari pertemuan ini akan dipertajam dengan membahas rencana aksi untuk mendukung ekosistem tata kelola guru yang telah dikembangkan oleh Kemdikbud.
Kegiatannya dalam bentuk forum nasional yang akan dilaksanakan pada bulan April 2016 mendatang di Jakarta. Forum tersebut akan membahas rencana aksi dalam penerapan kebijakan penataan dan pemerataan guru dengan mengundang para pengambil kebijakan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.
Post a Comment